Diduga Mark Up, Penyidik Bandingkan Harga Alat PCR di Distributor

Sunaryo, telisik indonesia
Selasa, 05 Oktober 2021
0 dilihat
Diduga Mark Up, Penyidik Bandingkan Harga Alat PCR di Distributor
Kasat Reskrim Polres Muna, IPTU Hamka. Foto: Sunaryo/Telisik

" Apalagi, pengadaan alat PCR di Dinas Kesehatan (Dinkes) Muna tahun 2020 itu menelan anggaran sebesar Rp 1,9 miliar. "

MUNA, TELISIK.ID - Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Muna tidak main-main dalam melakukan penyelidikan terhadap dugaan mark up pengadaan alat Polymerase Chain Reaction (PCR).

Apalagi, pengadaan alat PCR di Dinas Kesehatan (Dinkes) Muna tahun 2020 itu menelan anggaran sebesar Rp 1,9 miliar.

Pasca beredarnya faktur pembelian 20 unit barang alat labotarium kedokteran dari distributor PT Indo Farma senilai Rp 1,2 miliar, penyidik memutuskan untuk melakukan pengecekan harga secara langsung.

"Kita akan berangkat langsung ke distributornya," kata Kapolres Muna, AKBP Debby Asri Nugroho melalui Kasat Reskrim, IPTU Hamka, Selasa (5/10/2021).

Hamka mengaku, pihaknya telah mengantongi dokumen kontrak pengadaan alat laboratorium kedokteran yang dikerjakan pihak ketiga PT RH Jaya Farma dan harga satuan dari distributor PT Indo Farma.

"Kalau kita lihat dari harga 20 alat yang diadakan (termaksud ongkos kirim dan keuntungan pihak ketiga), ada kelebihan sekitar Rp 200 juta," sebutnya.

Dari keterangan pihak-pihak terkait, penetapan harga satuan pengadaan alat itu dari PT Indo Farma, tanpa ada perbandingan harga dari distributor lainnya.

Baca juga: Eks Penyidik KPK Novel Baswedan Buka-bukaan Soal Perkara Azis Syamsuddin

Baca juga: Baru 2 Bulan Menunggak, Debt Colektor di Baubau Ambil Mobil Costumer

Makanya, penyidik nantinya tinggal melakukan perbandingan harga barang yang diadakan sesuai dengan harga jual di bulan Desember 2020.

"Tetap kita akan bandingkan harga dengan distributor lainnya," ujarnya.

Pengadaan alat PCR yang menggunakan Perubahan-APBD 2020 itu menjadi perhatian publik. Pasalnya, sejak alat itu diadakan, sampai saat ini belum difungsikan.

Padahal, pengadaannya bertujuan untuk memastikan seseorang terpapar COVID-19 atau tidak. Apalagi, saat alat diadakan, jumlah kasus meningkat.

Buntutnya, pasien yang hasil rapid test antigen positif, ketika meninggal, sebelum hasil PCR keluar terpaksa dimakamkan secara protokol COVID-19. Sementara, saat hasil PCR keluar, pasien-pasien tersebut negatif.  (C)

Reporter: Sunaryo

Editor: Fitrah Nugraha

Artikel Terkait
Baca Juga