DPPPA Sultra Sebut Kasus Eksploitasi Anak Marak Namun Hanya Satu Terlapor, Kenapa?
Apriliana Suriyanti, telisik indonesia
Selasa, 14 Desember 2021
0 dilihat
Nampak seorang anak sedang mengamen di lampu merah jalan M.T. Haryono Kota Kendari. Foto: Apriliana Suriyanti/Telisik
" Hanya satu kasus yang terlapor, padahal faktanya banyak kasus eksploitasi anak di lapangan, tapi tidak dilaporkan "
KENDARI, TELISIK.ID - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sulawesi Tenggara (Sultra) hanya menemukan satu kasus eksploitasi anak sepanjang tahun 2021.
Hanya satu kasus yang terlapor dan tercatat melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).
Dari data tersebut, diketahui satu kasus yang dilaporkan terjadi di Kota Baubau sedang kabupaten/kota lain termasuk Kendari, nol kasus.
Padahal telah diberitakan sebelumnya, menurut Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Kendari, Anwar mengatakan, fakta di lapangan menunjukkan kasus eksploitasi pada anak makin marak terjadi.
"Kami lihat makin banyak anak-anak yang beraktivitas di lampu merah, bahkan terkadang orang tuanya sendiri yang membawa serta anaknya untuk menjual atau meminta-minta kepada pengguna jalan. Ini sudah termasuk eksploitasi anak karena memanfaatkan rasa iba orang lain terhadap anak yang dibawanya," katanya.
Hal ini merujuk pada Pasal 76l UU 35 Tahun 2014 bahwa orang tua atau keluarga yang menyuruh atau sekedar membawa dan membiarkan anak untuk beraktivitas di lampu merah, termasuk dalam kategori eksploitasi secara ekonomi.
Kepala Bidang Data Informasi dan Partisipasi Masyarakat DPPPA Sultra, Murdiana Hasan saat ditemui Telisik.Id menuturkan, satu kasus yang tercatat pada SIMFONI PPA memang tidak sinkron dengan kenyataan yang ada.
"Hanya satu kasus yang terlapor, padahal faktanya banyak kasus eksploitasi anak tapi tidak dilaporkan," tuturnya, Selasa (14/12/2021).
Murdiana menjelaskan, terdapat dua jenis eksploitasi yang terjadi pada anak, yaitu eksploitasi secara ekonomi seperti dipaksa bekerja, dan eksploitasi secara seksual seperti prostitusi atau pelacuran anak.
Menurutnya, yang menjadi penyebab tidak dilaporkannya kasus eksploitasi anak dikarenakan dua hal. Pertama, pihak keluarga sebagai pelaku eksploitasi.
"Kalau keluarganya sendiri yang jadi pelaku tentu tidak melapor karena mereka yang dapat untung. Kalau pelakunya orang lain dan kasusnya adalah eksploitasi seksual, pihak keluarga pun biasanya tidak melapor karena alasan aib, malu," ucapnya.
Kedua, kurangnya kepedulian masyarakat dan lingkungan sekitar atas tindakan eksploitasi anak.
Baca Juga: BMKG Keluarkan Peringatan Dini Tsunami untuk Sultra
"Biasanya masyarakat sudah tahu atau sudah dengar desas-desus kasus eksploitasi tapi karena kurangnya kepedulian dan alasan tak ingin ikut campur, atau karena takut, mereka jadi tidak melaporkan," katanya.
Murdiana menuturkan, upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak masih gencar dilakukan oleh DPPPA Sultra melalui kegiatan sosialisasi, pelatihan, bahkan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di kabupaten/kota se-Provinsi Sultra.
"Diharapkan korban maupun masyarakat jangan cuek, berani untuk melaporkan, jangan takut, data korban ataupun pelapor pasti dilindungi," tegasnya.
Baca Juga: BNNP Sultra Ajak ASN Dinas Ketahanan Pangan Perangi Narkoba
Ia juga menilai, pencegahan dan penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak bukan hanya menjadi tugas DPPPA saja, namun juga lintas sektor lainnya.
"Kami tidak bisa jalan sendiri, butuh dukungan dari sektor lain seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, karena saya pikir kita semua punya tanggung jawab terhadap anak sebagai penerus bangsa nantinya," pungkasnya. (B)
Reporter: Apriliana Suriyanti
Editor: Haerani Hambali