Jokowi Minta Dikritik, Din Syamsuddin Bicara Pencitraan dan Kepalsuan

Ahmad Sadar, telisik indonesia
Sabtu, 13 Februari 2021
0 dilihat
Jokowi Minta Dikritik, Din Syamsuddin Bicara Pencitraan dan Kepalsuan
Din Syamsuddin mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Bicara Pencitraan dan Kepalsuan mengenai pernyataan Jokowi. Foto: Repro detik.com

" Pembuktiannya adalah apakah mau Presiden Joko Widodo membebaskan para aktivis kritis yang kini ditahan dan diadili, serta pengkritik lain tidak akan ditangkap? Kalau tidak, maka abaikan saja ucapan itu bagaikan bunga tidur dalam mimpi di siang bolong. "

JAKARTA, TELISIK.ID  - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta warga lebih aktif mengkritik atau memberi masukkan kepada pemerintah.

Namun di sisi lain, masyarakat khawatir akan terjerat Undang-undang (UU) ITE apabila melontarkan kritik di media sosial.

Merespons hal ini, Cendekiawan Muslim, Din Syamsuddin berpendapat jika ucapan tersebut tulus, maka Jokowi mencerminkan sikap kenegarawanan. Namun jika hanya basa-basi, Din menilai Jokowi sedang pencitraan. 

"Menarik disimak pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyilakan rakyat untuk mengkritiknya. Jika ucapan itu tulus maka mencerminkan sikap kenegarawanan yang patut dipuji. Jika basa-basi maka merupakan pencitraan, kesemuan, dan kepalsuan yang harus dikritisi," ujar Din dikutip melalui Sindonews.com, Sabtu (13/2/2021).

Jika Kepala Negara ingin warga mengkritik tambahnya, maka ia harus membuktikannya dengan membebaskan aktivis kritis yang kini telah ditahan dan diadili. Namun jika tidak, lanjutnya, ucapan Jokowi patut untuk diabaikan.

"Pembuktiannya adalah apakah mau Presiden Joko Widodo membebaskan para aktivis kritis yang kini ditahan dan diadili, serta pengkritik lain tidak akan ditangkap? Kalau tidak, maka abaikan saja ucapan itu bagaikan bunga tidur dalam mimpi di siang bolong," jelas mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.

Dikonfirmasi terpisah, Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin menyambut baik pernyataan Jokowi yang meminta masyarakat lebih aktif mengkritik. Namun menurut dia hal tersebut harus diiringi dengan revisi UU ITE, khususnya pasal-pasal karet yang kerap dijadikan alat untuk membungkam kebebasan berekspresi.

Baca juga: Dipolisikan, Novel Baswedan Tidak Mau Tanggapi Serius

“Kami menyambut baik pernyataan Presiden terkait itu. Tapi pernyataan saja tidak cukup. Butuh langkah kongkret seperti menghapuskan pasal-pasal yang sering dijadikan alat membungkam kebebasan berekspresi,” kata Ade.

Selain merevisi aturan hukum, Jokowi juga diminta mengevaluasi kinerja Polri yang selama ini kerap memproses hukum kasus-kasus yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi.

“Presiden harus mengevaluasi kerja Polri terkait banyaknya kasus-kasus kebebasan berekspresi yang diproses hukum,” tegas Ade.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta warga tak segan memberi kritik atau masukan kepada pemerintah, khususnya untuk memperbaiki pelayanan publik di Indonesia.

“Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi," katanya dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman 2020 secara virtual, Senin 8 Februari lalu.

Namun demikian, pernyataan Jokowi tersebut menuai respons dari warganet. Mereka khawatir ketika nantinya menyampaikan kritik kepada pemerintah akan dijerat dengan UU ITE.

“Tugas Jokowi.. Minta kritik yg tajam & pedas Tugas buzzerp.. Provokasi biar kena delik Tugas PSI.. Buat laporan polisi Kena deh UU ITE.. Masuk penjara deh.. Kabar duka deh..,” cuit seorang netizen dengan nama akun @ekowboy2. (C)

Reporter: Ahmad Sadar

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga