Komisi III DPRD Sultra Sesalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Siswanto Azis, telisik indonesia
Jumat, 15 Mei 2020
0 dilihat
Anggota Komisi III DPRD Sultra, Abdul Salam Sahadia. Foto: Dul/Telisik
" Pemerintah punya hatilah sedikit, masa sudah liat masyarakat susah begini hadapi wabah COVID-19 malah ditambah lagi beban hidupnya. "
KENDARI, TELISIL.ID - Anggota Komisi III DPRD Sulawesi Tenggara, Abdul Salama Sahadia, S.Sos. M.AP, menyesalkan keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS di tengah pandemi COVID-19.
"Pemerintah punya hatilah sedikit, masa sudah liat masyarakat susah begini hadapi wabah COVID-19 malah ditambah lagi beban hidupnya," kesal Salam Sahadia, Jumat (15/5/2020).
Padahal, menurut dia, masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan.
Menurut dia, pemerintah terkesan sengaja menaikkan iuran BPJS per 1 Juli 2020, dengan begitu ada masa pemerintah melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran kepada jumlah sebelumnya yaitu kelas I sebesar Rp 80.000, kelas II sebesar Rp 51.000, dan kelas III sebesar Rp 25.500.
Baca juga: YouTube Down, Awali Jumat Pagi Warganet
"Artinya memerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi dan uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021," ujarnya pula.
Politisi Demokrat itu menilai, saat ini bukan waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan, karena masyarakat sedang kesulitan dan dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut.
Padahal, menurut dia, di dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan negara harus memberikan jaminan bagi terselenggarannya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Baca juga: Relawan Satgas COVID-19 di Perbatasan Kendari-Konsel Curhat Honor Tak Dibayar
"Saya khawatir dengan kenaikan iuran ini banyak masyarakat yang tidak bisa membayar. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan dan dampaknya bisa serius serta dapat mengarah pada pengabaian hak-hak konstitusional warga negara," ujarnya lagi.
Dia memahami bahwa negara tidak memiliki anggaran yang banyak, namun pelayanan kesehatan semestinya dijadikan sebagai program primadona karena seluruh lapisan masyarakat membutuhkannya.
Salam khawatir Perpres baru tersebut akan kembali digugat masyarakat ke Mahkamah Agung.
Baca juga: BPJS Kesehatan Naik Lagi, Airlangga Beberkan Alasannya
"Berkaca pada gugatan sebelumnya, potensi mereka menang sangat tinggi. Semestinya, hal ini juga sudah dipikirkan pemerintah," katanya pula.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly pada Rabu (6/5/2020).
Pepres 64/2020 mengatur perubahan besaran iuran dan bantuan iuran bagi peserta mandiri oleh pemerintah. Peserta mandiri tersebut mencakup peserta di segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Reporter: Dul
Editor: Rani