Mantan Ketua KPU Sulawesi Tenggara Ungkap Cawe-Cawe Elit Parpol dalam Penetapan Anggota Bawaslu

La Ode Muhlas, telisik indonesia
Minggu, 25 Juni 2023
0 dilihat
Mantan Ketua KPU Sulawesi Tenggara Ungkap Cawe-Cawe Elit Parpol dalam Penetapan Anggota Bawaslu
Mantan Ketua KPU Sulawesi Tenggara, Hidayatullah mengungkapkan adanya pengaruh partai politik di balik lolosnya sejumlah nama anggota Bawaslu. Foto: Ist.

" Mantan Ketua KPU Sulawesi Tenggara, Hidayatullah membeberkan mengenai campur tangan partai politik dalam menentukan hasil seleksi komisioner Bawaslu masa tugas 2023-2028 "

KENDARI, TELISIK.ID - Mantan Ketua KPU Sulawesi Tenggara, Hidayatullah membeberkan mengenai campur tangan partai politik dalam menentukan hasil seleksi komisioner Bawaslu masa tugas 2023-2028.

Disampaikan Hidayatullah, para calon anggota mesti lebih dulu meminta restu elit partai politik, supaya lebih menjamin nama mereka masuk kantong panitia tim seleksi untuk diumumkan menjadi peserta terpilih. Rekomendasi partai politik serupa tiket untuk menaiki podium.

Hidayatullah menyebut, beberapa nama petinggi partai politik yang ditemui calon anggota Bawaslu saat itu untuk melobi kemenangan berinisial AW, DSC, DLK, dan LHI.

Hidayatullah mengaku, menyaksikan sentuhan pengaruh partai politik sewaktu mengikuti proses berebut status keanggotaan Bawaslu Sulawesi Tenggara. Namanya sempat masuk babak 10 besar, meski gagal lolos sesudah kalah bersaing di antara lima anggota kini.

"Saya prihatin kemarin kenapa orang tes KPU, Bawaslu, kita harus melalui jalur-jalur partai politik. Harus ketemu elit-elit pimpinan partai politik. Harus ketemu mereka, dan dapat rekomendasi mereka katanya untuk disampaikan kepada pimpinan Bawaslu. Dan ternyata finisnya iya memang begitu," katanya saat ditemui di Kota Kendari, Sabtu (24/6/2023).

Baca Juga: La Ode Ali Akbar, Seorang Wakil Rakyat Mantan Preman Jalanan

Menurut Hidayatullah, kondisi itu lantas dapat memunculkan keraguan terhadap sikap independen terkait tugas sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pemilu. Katanya, setelah adanya keterlibatan partai politik dengan menentukan keputusan tim seleksi keanggotaan, maka sangat menguatkan potensi kerja pengawasan sulit terlepas dari perangkap upaya pemenuhan kepentingan politik.

Pengaruh partai politik jelas membawa Bawaslu akan kehilangan dasar kemandirian. Hidayatullah menerangkan, paling tidak, ada tiga kemandirian yang sepatutnya dijaga sebab melekat pada lembaga dan anggotanya. Pertama, kemandirian personal, artinya anggota harus memastikan mereka bukan sepenggal unsur peserta.

Kedua, kemandirian fungsional, yakni Bawaslu merupakan lembaga pengawas tahapan dan penegak hukum pemilu, sehingga mestinya bebas dari tindakan intervensi pihak siapapun. Terakhir, kemandirian institusional, berupa lembaga terpisah bukan bagian struktur pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

"Kalau tiga kemandirian ini kemudian tercoreng, itu mempertaruhkan penyelenggaraan pemilu kita yang masa reformasi ditambah dengan asas jujur dan adil," ujarnya.

Selain itu, Hidayatullah menyampaikan, bercampurnya pengaruh partai politik juga bisa meminggirkan penerapan asas jujur dan adil yang selama ini telah menjadi prinsip kerja atas tanggung jawab moral mengawasi suksesi pemilu.

Jujur berarti ketika menjalankan fungsi pengawasan tidak boleh secara sadar menyalahi ketentuan perundang-undangan yang menjadi pedoman penyelenggaraan Pemilu. Sedangkan prinsip adil, mengartikan Bawaslu menjamin untuk memberi perlakuan sama terhadap seluruh peserta pemilu.

"Kalau dari proses penyelenggara harus mendapatkan pesanan, ijab kabul dengan partai politik, dia akan ada beban secara politik ketika terpilih," katanya.  

"Akhirnya membuat dia tidak maksimal. Mengganggu dia punya prinsip-prinsip pekerjaan. Prinsipnya profesionalisme, kepastian hukum, akuntabilitas, kemandirian, jujur, adil, efisien, efektif itu bisa terganggu. Asas jurdilnya juga bisa tercoreng," terangnya.

Hidayatullah menyatakan, rangkaian pergantian struktur keanggotaan yang sarat kepentingan, bisa berbuntut cita-cita mewujudkan sistem pemilu berkualitas dipastikan bakal gagal tercapai.

Dikatakannya, Bawaslu sebaiknya tidak semata mengimbau terutama bagi pihak terlarang seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri agar menjaga sikap ketidak berpihaknya dan mencegah terlibat aktif dalam kontestasi politik. Melainkan, memantik kepercayaan dengan menunjukan peran mengawasi di hadapan publik berlaku tanpa terpengaruh berbagai tekanan.

Kata lain, Bawaslu tidak hanya mengingatkan lewat pernyataan, tetapi lebih memberi edukasi melalui tindakan dengan memanfaatkan seluruh perangkat hukum yang sudah dilengkapi sistem penegakan hukumnya. Langkah itu diarahkan sebagai upaya untuk mengikis sangkaan jika fungsi pengawasan berkait kepentingan politik.

"Ketika Bawaslu (bicara) netralitas, saya bilang nggak usah bicara netralitas. Anda bertindak saja. Kalau ada yang tidak netral kan Anda tindaki. Jangan lagi kau berucap karena dari prosesnya kemandirian kita terganggu. Anda bukan lembaga pengimbau, Anda pengawas," ucapnya.

Di samping itu, Hidayatullah pun menyerukan masyarakat turut berperan masif mengawasi seluruh kerja Bawaslu untuk lebih memastikan penyelenggaraan pemilu menggunakan cara penuh tanggung jawab dan bermutu.

Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara, Iwan Rompo belum menanggapi permintaan konfirmasi menyangkut kabar adanya keterlibatan partai politik dalam seleksi anggota Bawaslu.

Dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (22/6/2023), Iwan menyampaikan sedang berada di perjalanan menuju Kabupaten Kolaka.  

"Saya lagi di perjalanan menuju Kolaka," kata Iwan. Sementara upaya konfirmasi lewat panggilan seluler juga belum mendapat tanggapan.

Sementara akademisi Ilmu Politik Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Muhammad Najib Husain mengatakan, keberadaan badan penyelenggara pemilu sangat krusial dalam menengahi pertarungan politik antar kontestan. Terlebih perkiraan potensi konflik saat Pemilu 2024 mendatang, terutama pemilihan Presiden begitu menguat, mengingat semua peserta merupakan pendatang baru.

"Menariknya dalam pemilihan presiden itu tidak ada posisi incumbent. Artinya bahwa sebenarnya potensi konflik, potensi gesekan lebih rawan di banding 2019 karena tidak adanya posisi incumbent di situ. (Sehingga) keberadaan wasit dalam Pemilu 2024 itu sangat menentukan" katanya.

Menurut Najib, demi kepentingan menyempitkan peluang pecahnya konflik, maka penyelenggara pemilu dituntut sangat perlu menjaga peran berupa penengah serta melepaskan diri dari segala macam bingkisan kepentingan kelompok peserta.

Sebab, adanya keberpihakan penyelenggara memperbesar peluang lahirnya kekacauan di atas arena pertaruhan. Para peserta tentu akan bersaing secara tidak sehat untuk meraih capaian masing-masing.

"Itulah yang menyebabkan kenapa kemudian kita berharap wasit demokrasi, dalam hal ini KPU dan Bawaslu itu bisa bekerja secara profesional. Dan bisa menghindari berbagai tekanan dan sudah pasti membuktikan diri bahwa mereka layak disebut sebagai penyelenggara pemilu," ungkapnya.  

Terkait munculnya dugaan kontaminasi kepentingan partai politik saat tahapan seleksi anggota Bawaslu, Najib belum bisa menyimpulkan kepastian kabar tersebut. Pasalnya, berdasarkan pengalaman sewaktu menjadi ketua tim seleksi anggota KPU Sulawesi Tenggara periode 2018-2023, ia tidak pernah menjumpai adanya tekanan pihak manapun termasuk partai politik.

Baca Juga: Satu Tersangka Dugaan Korupsi Pertambangan di PT Antam Belum Penuhi Panggilan Kejati Sulawesi Tenggara

Tetapi adapun dugaan itu benar, kata dia, Bawaslu harus berani bersedia memutus konsensus mengandung kepentingan politis yang terikat semasih proses seleksi.

Menurutnya, ada kepentingan jauh lebih besar perlu diutamakan, yakni menciptakan penyelenggaraan pemilu berlangsung secara aman, jujur, adil, dan tidak menimbulkan gejolak konflik. Sehingga sasaran pemilu sebagai wadah kedaulatan rakyat mampu terwujud.

"Saya kasih contoh ya, dalam sepak bola kalau wasit itu sudah tidak bekerja secara profesional, maka pertandingan akan kacau. Terjadi perkelahian antara peserta dan juga akan melibatkan para penonton. Kalaupun tetap berjalan sudah pasti menghasilkan pemimpin atau anggota dewan yang sama sekali tidak berkualitas," ujarnya.

Najib menyarankan, Bawaslu supaya bekerja tanpa sedikitpun bersentuhan dengan kepentingan yang mengganggu kenetralan mereka. Mampu membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka lolos menjadi anggota karena memiliki kecakapan kerja. Bukan atas dukungan partai politik atau transaksi.

"Tapi itu tidak lagi dibuktikan dengan kata-kata atau pernyataan. Tetapi bisa dibuktikan bagaimana mereka bekerja secara baik," tandasnya. (A)

Penulis: La Ode Muhlas

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkait
Baca Juga