Pemilihan Lanjutan di Muna Barat Tuai Sorotan, KPU Muna Barat Dianggap Lalai
Putri Wulandari, telisik indonesia
Senin, 19 Februari 2024
0 dilihat
Eks komisioner KPU Muna Barat, LM Nuzul, soroti KPU Muna Barat terkait pemilihan lanjutan yang dianggap merugikan peserta pemilu dan masyarakat. Foto: Kolase
" Pemungutan suara lanjutan di dua TPS, KPU Muna Barat tuai sorotan karena dianggap lalai lakukan penyortiran surat suara sehingga merugikan peserta pemilu "
MUNA BARAT, TELISIK.ID - Terkait pemungutan suara lanjutan di dua TPS, KPU Muna Barat tuai sorotan dianggap lalai lakukan penyortiran surat suara sehingga merugikan peserta pemilu.
Mantan komisioner KPU Muna Barat, LM Nuzul mengatakan, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU Muna Barat tidak cermat dan lalai dalam proses penyortiran surat suara saat masih berada di gudang logistik.
Pasalnya, ditemukan surat suara yang tertukar di dua TPS yaitu surat suara DPRD Provinsi. Surat suara Dapil 6 Sulawesi Tenggara masuk di Dapil 3 Sulawesi Tenggara (Muna, Muna Barat dan Buton Utara) di TPS 2 Desa Lapokainse dan di TPS 2 Desa Tanjung Pinang Kecamatan Kusambi. Hal itu baru diketahui pada saat pencoblosan tanggal 14 Februari 2024.
Nuzul mengatakan, dalam proses penyortiran logistik dalam hal ini surat suara, mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh KPU kabupaten itu sendiri, dimana kegiatan penyortiran dan pelipatan surat suara merupakan salah satu tahapan penting dalam penyelenggaraan pemilu.
"Penyelenggara seharusnya berupaya memastikan surat suara yang diterima sesuai dengan jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh KPU RI," ujarnya, Minggu (18/2/2024).
Selain itu, tujuan penyortiran juga dilakukan untuk memastikan surat suara itu tidak tertukar dengan surat suara daerah pemilihan lain, tidak rusak, sobek, atau cacat.
Sehingga, ia menyebut dengan adanya pemilihan lanjutan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemilu dipertanyakan. Selain itu, ruang-ruang politik uang dalam hal transaksional suara di masyarakat akan bermunculan mengakibatkan tidak adanya pembelajaran politik di masyarakat.
Kemudian, seharusnya proses penetapan pemilihan dihentikan dan penetapan pemilihan lanjutan harus memenuhi unsur sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan Keputusan KPU Nomor 066 tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
Pemungutan suara atau penghitungan suara lanjutan berdasarkan ketentuan pasal 109 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan suara dalam pemilihan umum menyatakan bahwa dalam hal sebagian atau seluruh dapil jika terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan pemungutan suara atau penghitungan suara di TPS tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemungutan suara atau penghitungan suara lanjutan di TPS.
Dalam proses pemilihan lanjutan dibutuhkan persiapan pemungutan suara atau penghitungan suara lanjutan, yaitu pemungutan suara atau penghitungan suara lanjutan di TPS dimulai dari tahapan pemungutan suara atau penghitungan suara di TPS yang terhenti.
Pemungutan suara dan penghitungan suara lanjutan dilaksanakan setelah dilakukan penetapan penundaan, penetapan penundaan pemungutan suara dan penghitungan suara lanjutan dilakukan oleh KPU kabupaten atau kota atas usul PPK, apabila penundaan pemungutan suara atau penghitungan suara meliputi 1 atau lebih dari 1 kelurahan/desa atau yang disebut dengan nama lain.
Selanjutnya, penetapan penundaan ditetapkan dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota, KPU Kabupaten atau Kota atau KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota apabila penundaan pemungutan suara dan penghitungan suara meliputi 1 atau lebih dari kabupaten/kota.
Penetapan penundaan ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi, pemungutan suara dan penghitungan suara lanjutan dilaksanakan paling lambat 10 hari setelah hari pemungutan suara.
Baca Juga: Pemungutan Suara Lanjutan Dua TPS di Muna Barat Dijadwalkan 20 Februari
Dalam proses peraturan perundangan tersebut merupakan dasar dalam hal pengambilan keputusan terkait terpenuhinya unsur persoalan dilakukan pemberhentian proses pemilihan seperti terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan pemungutan suara atau penghitungan suara di TPS tidak dapat dilaksanakan.
Nuzul katakan, jika KPU Muna Barat cermat, tidak akan terjadi pemilihan lanjutan sehingga dengan adanya pemilihan lanjutan ini murni dikarenakan tidak profesional, teliti, dan cermat.
Selain itu, ini kelalaian KPU Muna Barat bukan kelalaian KPPS yang ada di TPS, sehingga mengakibatkan kerugian pada peserta pemilu dan masyarakat.
Ia juga mengingatkan seharusnya Bawaslu Muna Barat merespons dampak dan akibat pemilihan lanjutan ini, bukan hanya sekedar memberi rekomendasi dilakukan pemberhentian pemilihan, tetapi harus mengkaji akibat dari persoalan sebab sampai dilakukan pemberhentian pemilihan di 2 TPS tersebut.
Sementara itu, mantan Ketua Bawaslu Muna Barat, Ishak juga menyayangkan keputusan KPU dan rekomendasi Bawaslu Muna Barat terkait penundaan pemungutan suara di dua TPS sehingga berdampak pada pemungutan suara lanjutan.
Pemungutan suara lanjutan di dua TPS ini berdampak sistemik terhadap peserta pemilu khususnya partai politik.
“Kejadian ini sangat merugikan peserta pemilu, seharusnya mereka sudah tahu perolehan suara di setiap TPS,” terangnya.
Ishak juga mempertanyakan kinerja KPU dan Bawaslu terkait proses penyortiran dan pelipatan surat suara, seharusnya kasus ini ditemukan pada saat sortir dan pelipatan, bukan pada saat pemungutan suara. Di dua lembaga penyelenggara ini baik teknis dan pengawasan ini harus bertanggung jawab.
“Intinya ini ada etiknya, karena lalai dan tidak cermat. Dampaknya merugikan peserta pemilu, merugikan keuangan negara karena ada pembengkakan anggaran kemudian berdampak pada masyarakat karena rentan terhadap politik transaksional,” terangnya.
Syarat pemungutan suara lanjutan itu, harus berdasarkan keputusan KPU 66 2024, dalam keputusan KPU itu proses penundaan pemungutan suara harus atas inisiatif KPPS dilaporkan kepada PPS dan PPS melaporkan ke PPK, kemudian PPK melaporkan kepada KPU, atas laporan itu KPU kabupaten menerbitkan keputusan dengan argumentasi bahwa terjadi gangguan lainnya sehingga terjadi penundaan.
Sehingga mekanismenya itu bukan domain Bawaslu untuk menghentikan karena hal tersebut di luar kewenangannya, ia menyebut jika meminta pendapat Bawaslu bisa saja, tetapi inisiatif Bawaslu menghentikan dikhawatirkan Bawaslu melampaui kewenangannya.
Kemudian, ia juga memaparkan bahwa pemilihan lanjutan di dua TPS ini sangat berbahaya dan rentan terjadi politik transaksional karena di dua TPS ini peserta pemilu pasti sudah mengetahui peta kekuatan.
Pasalnya, caleg telah mengetahui kekuatan suara dan bagi masyarakat rentan politik uang. Untuk itu, dampak ini sangat berbahaya dan rawan politik transaksional karena peserta pemilu pasti melakukan upaya untuk mempengaruhi pemilih untuk mendongkrak suara di dua TPS tersebut.
Terkait hal itu, Kordiv Teknis Penyelengara Pemilu KPU Muna Barat, Akbar M Dani mengaku bahwa dasar penundaan pemungutan suara di dua TPS itu berdasarkan rekomendasi Bawaslu.
“Dasarnya itu dari rekomendasi Bawaslu bukan dari kita, kemudian kita koordinasikan di KPU provinsi. terkait teknisnya seperti apa dan soal waktunya”, singkatnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Muna Barat, Awaluddin Usa menyampaikan bahwa penundaan pemungutan suara itu karena kertas suara DPRD Propinsi Sultra Dapil 3 tertukar dengan kertas suara Dapil 6.
Kertas suara itu jumlahnya banyak, kemudian sebagian surat suara itu sudah tercoblos dan sudah ada yang masuk dalam kotak suara. Kalau kemudian dipaksakan untuk dilaksanakan pemungutan ada beberapa kemungkinan yang terjadi yaitu kertas suara tidak akan mencukupi untuk semua pemilih.
“Makanya setelah kita berkonsultasi di Bawaslu Provinsi maka disarankan untuk dilakukan penundaan dan selanjutnya dilanjutkan kembali," ujarnya.
Baca Juga: Bawaslu Muna Rekomendasikan Empat TPS PSU, KPU Lakukan Kajian
Sehingga, rekomendasi penundaan itu pihaknya sudah sampaikan ke KPU. Jadi pemilihan hanya ditunda saja kemudian dilanjutkan. Jadi kalau pemungutan suara lanjutan itu dimana tahapan itu berhenti, misalnya di Lapokainse, sudah ada 68 orang yang mencoblos, ketika dilanjutkan yang 68 itu tetap mendapatkan surat panggilan tapi hanya mendapatkan kertas suara DPRD provinsi, karena sebelumnya sudah menyalurkan hak pilihnya pada Presiden, DPD, DPRD kabupaten, DPR RI. Yang belum menyalurkan hak pilihnya dia tetap mendapatkan 5 kertas suara.
Terkait kewenangan Bawaslu dalam merekomendasikan penundaan pemungutan suara di dua TPS, ia menjelaskan bahwa di TPS itu bukan hanya Bawaslu tapi ada KPU, PPK dan Panwascam.
Kemudian dalam prosesnya itu untuk mencegah melindungi hak pilih warga negara, maka sama-sama diambil keputusan untuk ditunda. Setelah dilakukan penundaan kemudian dibuatkan suratnya dan Panwascam menyampaikan surat itu kepada PPK dan KPU.
“Jadi bukan hanya saya sendiri di TPS tapi ada Ketua KPU di dua TPS. Sebelum dilakukan penundaan kita berdiskusi dengan Ketua KPU Mubar,” tuturnya.
Terkait potensi terjadi money politics di dua TPS itu, Bawaslu telah melakukan langkah-langkah dengan mengintegrasikan kepada Panwascam, untuk kemudian mengaktifkan patroli pengawasan di lokasi dimana pemungutan suara akan dilaksanakan.
“Itu sudah jalan, baik itu di Panwascam maupun di PKD,” pungkasnya.
Sehingga pihak KPU Muna Barat saat ini masih menunggu petunjuk atau arahan dari KPU provinsi untuk jadwal kepastiannya dilaksanakan pemungutan suara lanjutan. (A)
Penulis: Putri Wulandari
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS