Sumpah Pemuda, Aktualisasi Komitmen Kaum Muda
Hasni Tagili, telisik indonesia
Minggu, 01 November 2020
0 dilihat
Hasni Tagili, M.Pd, Aktivis Perempuan Konawe. Foto: Ist.
" Bung Karno sendiri menganggap Sumpah Pemuda 1928 bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke, masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi. “Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda". "
Oleh: Hasni Tagili, M.Pd
Aktivis Perempuan Konawe
TANGGAL 28 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Terhitung sejak 1928 itu, lewat peristiwa heroik, kaum muda dicetuskan sebagai pelopor persatuan bangsa.
Penetapan Hari Sumpah Pemuda berawal dari Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 27-28 Oktober dalam tiga kali rapat. Dari rapat pertama hingga rapat ketiga, kongres pemuda II ini menghadirkan 15 pembicara yang membahas berbagai tema.
Dalam pidato penutupan Kongres Pemuda Indonesia tersebut, Muhammad Yamin, yang saat itu baru berusia 25 tahun, mengedarkan secarik kertas kepada pimpinan rapat, Soegondo Djojopoespito, lalu diedarkan kepada para peserta rapat yang lain.
Siapa sangka, dari tulisan tinta Yamin di secarik kertas itulah tercetus gagasan Sumpah Pemuda. Sumpah itu lalu dibaca oleh oleh Soegondo, lalu Yamin memberi penjelasan panjang lebar tentang isi rumusannya itu.
Ya, sejarah telah membuktikan bahwa kongres itu telah menjadi “api” yang mencetuskan persatuan nasional bangsa Indonesia untuk melawan kolonialisme.
Bung Karno sendiri menganggap Sumpah Pemuda 1928 bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke, masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi. “Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda".
Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” kata Soekarno dalam peringatan Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan, Jakarta, 28 Oktober 1963.
Pemuda, dulu dan kini sudah tak sama. Momentum bersejarah semacam Hari Sumpah Pemuda terkesan sebatas seremoni saja. Kaum muda di era kekinian kurang memahami semangat dan aktualisasi komitmen dalam kongres pemuda.
Adakah mereka ingin membangun bangsa? Lihat saja, pergaulan liberal remaja milenial akibat virus sekularisme. Rawan maksiat, minim rasa taat. Cenderung memikirkan eksistensi diri daripada urusan umat.
Baca juga: Jembatan Teluk Kendari: Asa Baru yang Instagramable
Hal ini tidak lepas dari beberapa faktor. Pertama, pada faktanya, secara fisik dan psikologis, pemuda berada dalam masa transisi. Di tengah-tengah posisi yang tidak menentu dan dalam keadaan emosi yang tidak stabil akibat perubahan fisik dan kelenjar dalam tubuh.
Identitas diri pemuda juga sangatlah penting untuk mendapatkan pengakuan akan keberadaan (eksistensi). Sehingga, salah-benar jalur eksistensi itu tidak menjadi masalah bagi pemuda.
Kedua, gaya hidup liberal yang bebas dari tuntunan agama. Sebab, salah satu pandangan yang diagung-agungkan dalam sistem ini di antaranya adalah kebebasan bertingkah laku.
Dengan konstelasi berpikir seperti ini, seseorang bebas melakukan sesuatu dengan dalih hak asasi manusia. Akibatnya, banyak yang terjerumus dalam pergaulan bebas.
Ketiga, kurangnya kontroling keluarga, masyarakat, dan negara dalam membina pemuda saat ini. Sederet potret buram remaja, mulai dari seks bebas, narkoba, eljibiti, pornografi dan pornoaksi, dll, menjadi bukti kegagalan sistem yang diterapkan saat ini.
Ya, tumbuh kembang pelajar tidak disokong dengan suasana belajar yang kondusif. Sekularisasi dalam sistem pendidikan telah menyita sebagian besar waktu dan tenaga siswa untuk mengabaikan aspek pembentukan kepribadian yang kuat.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mencetak pemuda berkualitas, justru menghasilkan pemuda yang menciptakan banyak masalah. Tersebab, pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi nafas sistem pendidikan sekuler hari ini.
Keempat, kurang efektifnya efek jera yang dihasilkan dari suatu sanksi pergaulan bebas pemuda. Ini terlihat dari perlakuan hukum kepada para pelaku yang hanya diberi bimbingan semata.
Bahkan, dibiarkan bebas jika perbuatan itu dilandasi atas dasar suka sama suka. Sehingga, wajar jika pemuda mengalami degradasi moral. Kiprahnya jauh dari spirit Sumpah Pemuda.
Baca juga: Cegah Stunting itu Penting
Akibatnya, meski pemerintah telah menetapkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa serta berkembangnya potensi diri secara optimal, hal ini masih sulit diwujudkan.
Padahal, berbicara mengenai kiprah hakiki pemuda, Nabi Muhammad SAW berhasil mengkader kaum muda agar memiliki jiwa tangguh, berani tampil, mengemban amanah dan tanggung jawab. Usia pontensial ini tidak dibiarkan berlalu tanpa arti.
Mereka dibidik, dikembangkan, bahkan disiapkan untuk pengembangan diri. Maka, tidak berlebihan sekiranya jika Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sebaik-baik generasi adalah pada masaku”. (HR. Bukhari)
Dalam Islam, pemuda lah yang memiliki andil besar dalam sejarah kebangkitan. Karena maju mundurnya suatu bangsa tergantung pada kondisi para pemudanya. Pemuda memiliki jiwa maju, tekad kuat, dan semangat kepemimpinan peradaban dunia gemilang.
Sebaliknya, jika pemuda hanya menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi bertentangan dengan hukum-hukum agama, maka masa depan bangsa itu akan suram.
Sosok pemuda seperti apa yang dapat diharapkan mampu membangun negeri ini? Dalam Alquran digambarkan yaitu sosok pemuda-pemuda “Ashhabul kahfi”, yaitu sekelompok anak muda yang memiliki integritas moral (iman).
“Mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (TQS Al-Kahfi: 13). Sedangkan dalam hadits disebutkan kalimat “Syabaabaka Qabla Haramika” (Masa mudamu sebelum masa tuamu).
Dari ayat dan hadits tersebut tampak bahwa masalah kepemudaan oleh Islam sangat ditekankan. Sebab, tidak saja masa muda adalah masa berbekal untuk hari tua, melainkan juga di masa muda itulah segala kekuatan dahsyat terlihat. Dalam sejarah, kita mengenal pemuda-pemuda hebat seperti Mush’ab bin Umair, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dll.
Oleh karena itu, spirit pembaharu dan pemersatu dalam Hari Sumpah Pemuda seyogianya tidak sebatas goresan sejarah, tetapi juga motivasi mutlak bahwa kiprah pemuda turut menentukan nasib bangsa. Sebab, tak bisa dipungkiri, kemerdekaan bangsa ini, sedikit banyak, disokong oleh kemapanan ilmu dan takwa kaum muda. Wallahu‘alam. (*)