Wanita Diduga Pelakor Gunakan KTP Palsu, Incar Harta Warisan Rp 2 Miliar
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Jumat, 11 Oktober 2024
0 dilihat
Suasana sidang perdana kasus dugaan pembuatan dan penggunaan dokumen palsu. Foto: Repro Inews
" Seorang wanita bernama Emi Lailatul Uzlifah, warga Kecamatan Kemlagi, Mojokerto, Jawa Timur, diduga memalsukan berbagai dokumen penting seperti KTP, Kartu Keluarga (KK), dan surat kematian "
MOJOKERTO, TELISIK.ID - Seorang wanita bernama Emi Lailatul Uzlifah, warga Kecamatan Kemlagi, Mojokerto, Jawa Timur, diduga memalsukan berbagai dokumen penting seperti KTP, Kartu Keluarga (KK), dan surat kematian.
Hal itu dilakukan untuk mengincar harta warisan seorang pengusaha SPBU bernama Handika Susilo.
Warisan tersebut diperkirakan bernilai sekitar dua miliar rupiah. Emi diduga menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) orang lain untuk memuluskan aksinya.
Kasus ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Mojokerto, dan sorotan publik pun tertuju pada jalannya persidangan.
Dikutip dari tvonews.com, Jumat (11/10/2024), dalam sidang perdananya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Budiarti mengungkapkan bahwa terdakwa memalsukan dokumen-dokumen tersebut demi menguasai aset almarhum Handika Susilo.
Baca Juga: Dua Video Syur Tiga Menit dan 36 Detik Sepasang Anak SMP Martapura, Pakai Seragam Pramuka dan Baju Batik
Jaksa menyebut bahwa pemalsuan ini tidak dilakukan sendiri oleh terdakwa, melainkan melibatkan beberapa pihak lain, termasuk oknum dari desa, Pengadilan Agama Mojokerto, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Mojokerto.
Dugaan keterlibatan instansi-instansi ini semakin memperberat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Emi.
Pada persidangan, dua saksi penting dihadirkan oleh JPU. Salah satunya adalah istri sah almarhum, Nina Farida, yang hadir bersama putra mereka, Billy Andi Hartono.
Kesaksian mereka diharapkan dapat memberikan gambaran jelas terkait modus operandi yang dilakukan oleh terdakwa dalam mengincar warisan yang seharusnya jatuh kepada keluarga sah almarhum.
Nina Farida menegaskan bahwa terdakwa bukanlah bagian dari keluarga mereka, dan tindakan terdakwa dianggap telah melukai martabat keluarganya.
Kuasa hukum keluarga almarhum, Eko Arifi Antoni, dalam sidang tersebut menambahkan bahwa keluarga korban telah mengalami kerugian yang besar, baik secara materiil maupun moril.
Eko meminta agar pengadilan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada terdakwa atas kejahatan yang telah dilakukannya.
Ia menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan dan berharap bahwa aset yang telah dikuasai secara tidak sah oleh terdakwa dapat dikembalikan kepada keluarga almarhum.
Namun, kuasa hukum terdakwa, Mohammad Zulfan, menyampaikan bantahannya terhadap beberapa poin dakwaan yang disampaikan oleh JPU.
“Ada yang benar, tapi ada juga yang tidak sesuai dengan fakta,” ujar Zulfan, seperti dikutip dari Inews.
Ia mengajukan eksepsi terhadap beberapa tuduhan yang dianggap tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan, meski tidak menjelaskan lebih lanjut detail mana yang ia maksudkan.
Sementara itu, Eko Arip Mujiantono, kuasa hukum Nina Farida, mengungkapkan harapannya agar kebenaran dapat terungkap di pengadilan.
Ia berharap agar seluruh aset yang saat ini dikuasai oleh terdakwa dapat segera dikembalikan kepada keluarga sah almarhum.
Menurut Eko, keluarga almarhum berencana mewakafkan aset-aset tersebut, yang nilainya mencapai lebih dari dua miliar rupiah, untuk kepentingan sosial atas nama almarhum Handika Susilo.
Selain itu, Eko juga menyoroti peran Pengadilan Agama dalam proses ini. Ia mengkritik keputusan Pengadilan Agama yang dinilai terlalu tergesa-gesa dalam mengesahkan isbat nikah yang diajukan oleh terdakwa, tanpa memeriksa fakta-fakta di lapangan.
Menurut Eko, seharusnya Pengadilan Agama dapat meninjau kembali keputusannya dan membatalkan isbat nikah tersebut mengingat bukti kuat bahwa terdakwa tidak memiliki hubungan yang sah dengan almarhum Handika Susilo.
Billy Andi Hartono, putra almarhum, juga menegaskan bahwa keluarga mereka telah mengalami kerugian besar. Selain kehilangan sejumlah aset, mereka juga mengalami tekanan psikologis akibat tindakan terdakwa yang dianggap tidak bermoral.
“Terdakwa harus dihukum maksimal sesuai dengan hukum yang berlaku, karena penggunaan dokumen palsu itu merugikan keluarga kami," tutur Billy.
Baca Juga: Bawaslu Muna Barat Tegaskan Pangawas Pilkada Cermat Awasi Masa Kampanye
Billy juga mengungkapkan bahwa terdakwa telah memanfaatkan situasi untuk menguasai beberapa aset keluarga selama pernikahan antara Handika dan Ina Farida berlangsung. Ia menyebut terdakwa mengambil satu rumah, dua bidang tanah, dan sebuah mobil CRV tahun 2017.
Aset-aset tersebut diduga telah dialihkan oleh terdakwa yang disebut pelakor, menggunakan dokumen-dokumen palsu, meskipun sebagian dari aset tersebut masih berada di bawah pengawasan keluarga.
Billy menegaskan bahwa akta kematian yang digunakan oleh terdakwa untuk mengklaim aset telah dibatalkan oleh Dispendukcapil.
Ia juga menambahkan bahwa mobil CRV yang hilang dilaporkan oleh terdakwa menggunakan laporan palsu, meskipun bukti kepemilikan asli (BPKB) masih dipegang oleh keluarga.
Menurut Billy, tindakan terdakwa adalah bentuk poligami liar, dan keluarganya tidak pernah menyetujui pernikahan tersebut. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Fitrah Nugraha
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS