Di Kampung Halaman Menganyam Tikar, di Kota Kendari Jadi Pemulung
Nadwa Rifada, telisik indonesia
Minggu, 24 April 2022
0 dilihat
Yuni mengenakan penutup wajah duduk di pinggir jalan, beristirahat sejenak usai memulung. Foto: Nadwa Rifada/Telisik
" Menjadi pemulung bukanlah pekerjaan tetap Yuni. Ia hanya mengikuti beberapa tetangga dan hanya memulung untuk sementara waktu saja "
KENDARI, TELISIK.ID - Namanya Yuni (52). Siang itu ia terlihat sedang duduk di pinggir jalan dengan wajah yang ditutupi kain. Karung berisi beberapa botol plastik dan tumpukkan kardus tergeletak di samping kiri kanannya.
Dalam kesehariannya, wanita itu memulung mengumpulkan barang bekas apa saja yang bisa ditimbang.
Yuni tinggal bersama suaminya, Yosep (60) dan keempat anaknya, Susana, Agus, Hiknasius dan Yeni. Dua anaknya sudah menikah dan tinggal terpisah, sedang dua lainnya, ada yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA serta ada juga yang sedang menempuh pendidikan sekolah dasar.
Yuni bukanlah penduduk asli Kendari. Ia berasal dari Wawonii, tinggal bersama suami yang sering sakit-sakitan dan tidak mampu lagi membantu memenuhi kebutuhan keluarga.
Menjadi pemulung bukanlah pekerjaan tetap Yuni. Ia hanya mengikuti beberapa tetangga dan hanya memulung untuk sementara waktu saja. Di kota orang Yuni menjadi seorang pemulung, padahal di kampung sendiri ia bisa menjadi pedagang yang mampu menganyam tikar sendiri.
Bagi Yuni, mudah saja berdagang tikar. Namun proses untuk menganyam dan menghasilkan tikar, butuh waktu lama. Bagaimana ia harus turun ke sungai sedalam ukuran dada demi memperoleh bahan tikar, belum lagi saat dianyam butuh waktu hingga berhari-hari dan karena kesibukannya menganyam di kampung halaman, menyebabkan badan Yuni sering sakit-sakitan. Ia memilih untuk vakum serta pindah ke Kota Kendari sementara waktu dan menjadi pemulung.
Baca Juga: Sering Dikira Pengemis, Pedagang Ini Pernah Diusir Satpol PP
Awalnya, memulung membuat Yuni malu. Seiring berjalannya waktu karena sering ikut-ikutan tetangga dan sering memulung bersama-sama, Yuni mulai terbiasa. Meski penghasilannya tidak tetap, ia juga tetap memulung.
"Kadang-kadang kami memulung tidak dapat Nak. Yang penting bisa beli beras habis itu pulang kampung. Istirahat satu-dua minggu baru menganyam lagi," tuturnya.
Di Kendari Yuni tinggal bersama salah satu anaknya yang sudah menikah. Kehidupannya kadangkala dibantu anak yang bekerja di salah satu percetakan di Kota Kendari. Mereka tinggal bersama di Jalan Sao-Sao.
Baca Juga: Putus Sekolah dan Merantau Sejak SMP Demi Bertahan Hidup
Yuni pernah kehilangan anak saat berumur 2 tahun karena terkena sakit demam berdarah. Ia merasa begitu kehilangan. Namun ia percaya bahwa semua yang terjadi atas kehendak-Nya dan pelan-pelan mengikhlaskan.
Yuni mengungkapkan, jika dirinya tidak memulung ia akan balik ke kampung halaman dan bercocok tanam. Yuni memiliki lahan 75x100 meter dengan pekarangan 25x100 meter. Lahannya ditanami jambu mete dan pohon kelapa. Sayangnya sejak 3 tahun terakhir tanaman jambu metenya kering dan tidak berbuah.
Yuni dan suami awalnya tidak memiliki tempat tinggal dan sering berpindah-pindah tempat. Karena lelah berpindah dan menjadi salah satu penduduk transmigrasi, ia akhirnya mendapat bantuan lahan dari pemerintah pada tahun 1992. Lahan tersebut yang akhirnya digunakan membangun rumah dan bercocok tanam hingga saat ini. (A)
Reporter: Nadwa Rifada
Editor: Haerani Hambali