Utang Indonesia 2025 Tembus Rp 10 Ribu Triliun, Sri Mulyani Didesak Mundur

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Minggu, 16 Maret 2025
0 dilihat
Utang Indonesia 2025 Tembus Rp 10 Ribu Triliun, Sri Mulyani Didesak Mundur
Anjloknya penerimaan pajak 2025 memicu lonjakan utang pemerintah, Sri Mulyani disorot. Foto: Repro Antara.

" Anjloknya penerimaan pajak pada awal tahun 2025 berpotensi memicu lonjakan utang pemerintah yang diperkirakan menembus Rp10.000 triliun hingga akhir tahun "

JAKARTA, TELISIK.ID - Anjloknya penerimaan pajak pada awal tahun 2025 berpotensi memicu lonjakan utang pemerintah yang diperkirakan menembus Rp10.000 triliun hingga akhir tahun.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal dan keberlanjutan pengelolaan keuangan negara.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyoroti kinerja pajak yang mengalami penurunan drastis hingga 41,8 persen secara tahunan pada Januari 2025.

Penurunan ini diperkirakan akan berdampak langsung terhadap defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang berpotensi melebihi batas 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Bhima menjelaskan bahwa lonjakan utang pemerintah juga mencerminkan situasi fiskal yang semakin tertekan. Ia menyebut bahwa kenaikan utang pemerintah sejak awal tahun menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.

Baca Juga: Ini Daerah di Sultra Paling Banyak Utang dan Bermasalah, Kota Kendari Terbesar

“Bayangkan kalau Januari saja utangnya naik 43,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, maka akhir 2025 diperkirakan utang pemerintah tembus Rp10.000 triliun,” kata Bhima dalam keterangannya, seperti dikutip dari Republik Merdeka, Minggu (15/3/2025).

Kenaikan utang ini juga berpotensi meningkatkan beban pembayaran bunga utang, yang akan berdampak pada struktur keuangan negara. Bhima mengingatkan bahwa efek negatif dari lonjakan utang ini akan semakin terasa dalam kebijakan fiskal di tahun berikutnya.

“Beban bunga utang pasti naik tajam tahun depan, membuat overhang utang, memicu crowding out effect di sektor keuangan, dan efisiensi belanja ekstrem lebih brutal lagi tahun depan,” lanjutnya.

Selain faktor penerimaan pajak yang menurun, Bhima juga menyoroti implementasi sistem digitalisasi perpajakan terbaru, Coretax. Ia menilai kebijakan ini justru menghambat optimalisasi penerimaan negara dan menciptakan ketidakpastian dalam sistem perpajakan.

Menurutnya, dampak dari buruknya implementasi sistem tersebut telah menyebabkan krisis perpajakan, yang pada akhirnya merusak stabilitas fiskal dan kepercayaan investor. Ia juga mengingatkan bahwa hal ini dapat berdampak langsung pada peringkat surat utang pemerintah di mata lembaga pemeringkat internasional.

Baca Juga: APBN Tekor, Pemerintah Tambah Utang Negara Rp 428,8 Triliun

“Rating surat utang pemerintah juga diperkirakan mengalami evaluasi,” kata Bhima.

Bhima menilai bahwa kondisi keuangan negara pada awal tahun 2025 merupakan indikator kegagalan dalam pengelolaan fiskal oleh Kementerian Keuangan. Ia menyoroti kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani beserta jajarannya yang dinilai tidak mampu menjaga keseimbangan anggaran dan mengelola kebijakan perpajakan secara efektif.

“Kami mendesak Sri Mulyani, Wakil Menteri, dan Dirjen Pajak untuk mundur karena gagal menjalankan mandat disiplin fiskal tanpa rencana jelas, dan tidak berani melakukan terobosan pajak, justru merusak sistem perpajakan yang ada melalui buruknya implementasi Coretax,” pungkasnya. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

TAG:
Baca Juga